kisah syekh siti jenar yang kontroversial - kisah islami

ilmu pengetahuan tentang islam

Post Top Ad

Your Ad Spot

Monday, May 27, 2019

kisah syekh siti jenar yang kontroversial

kisah syekh siti jenar

assalamualikum wr.wb. kisah islami kali ini membahas mengenai ajaran syekh siti jenar dari berbagai sumber yang dapat di percaya mengapa dan kenapa ajaran syekh siti jenar dianggap sesat oleh sembilan wali pada saat itu.
Syeh Siti Jenar cukup dikenal kalangan masyarakat Jawa. Apalagi kalau bukan soal ajaran kontroversialnya tentang Manunggaling Kawula Gusti. Dari ajaran yang dianggap sesat itulah Syeh Siti Jenar akhirnya harus berhadapan dengan hukum mati.

Sebagai seorang Syeh, Siti Jenar sebenarnya juga memiliki andil dalam menyebarkan agama Islam pasca runtuhnya Majapahit di tangan Raden Patah pemimpin Kerajaan Demak. Namun oleh para wali apa yang diajarkan Siti Jenar dianggap salah lagi menyimpang.

Ajaran Syeh Siti Jenar terungkap saat para wali dan sejumlah tokoh Islam kala itu menggelar pertemuan di Istana Argapura, Giri (Gresik). Hadir diantaranya Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel, Sunan Kudus, Tan Go Wat alias Syekh Bentong, Pangeran Palembang, Panembahan Madura dan juga Syeh Siti Jenar.

Masing-masing pemuka agama Islam itu menyampaikan pemahaman dan pengetahuan mereka tentang agama. Namun tiba giliran Syekh Siti Jenar, apa yang diucapkannya itu justru membuat seluruh wali sontak tercengang.

“Menyembah Allah dengan bersujud beserta ruku'nya, pada dasarnya sama dengan Allah, baik yang menyembah maupun yang disembah. Dengan demikian, hambalah yang berkuasa dan yang menghukum pun hamba juga," kata Syeh Siti Jenar.

Beberapa wali langsung meminta Syekh Siti Jenar untuk bertobat karena telah menyamakan diri dengan Tuhan. Namun Syekh Siti Jenar tetap pada pendiriannya dan bahkan ia tegas menjawab, “Biar jauh tapi benar, sementara yang dekat belum tentu benar.”

Atas ucapan itu Prabu Satmata (Sunan Giri) hendak menghukum Syeh Siti Jenar agar ajaran yang dinilai sesat itu tak tersebar. Apalagi saat itu syiar Islam tengah berkembang di tengah masyarakat, sehingga para wali khawatir nantinya umat malah akan menjadi sesat.

Setelah pertemuan tersebut, para wali mengadakan pertemuan kedua. Agenda pertemuan yang kali ini yakni membahas untuk memberi hukuman kepada Syeh Siti Jenar. Dalam kesempatan itu Syeh Siti Jenar malah semakin berani, saat ditanya Syekh Maulana Magribi dengan lantang ia menjawab, "Ya, Allah nama hamba, tidak ada Allah selain Siti Jenar, sirna Siti Jenar, maka Allah yang ada."

Karena itulah akhirnya Syeh Siti Jenar dihukum mati. Tentang bagaimana Syekh Siti Jenar dieksekusi juga tidak diketahui secara pasti karena ada banyak versi yang mengiringi kepergiannya.

Walau dianggap sesat namun para pengikut Syeh Siti Jenar tetap menganggap Manunggaling Kawula Gusti tidak menyimpang. Menurut mereka, Syekh Siti Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan.

Manunggaling Kawula Gusti bukan dianggap sebagai bercampurnya Tuhan dengan makhluk-Nya, melainkan Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk. Dengan kembali kepada Tuhannya berarti manusia telah bersatu dengan Tuhannya.

Dalam ajaran Syeh Siti Jenar, Manunggaling Kawula Gusti bermakna di dalam diri manusia terdapat roh yang berasal dari roh Tuhan. Hal ini sesuai dengan ayat Al Quran yang menerangkan tentang penciptaan manusia.

kematian syekh siti jenar menurut berapa versi


kita tidak tau pasti apa yang terjadi dengan kematian syekh siti jenar hanya allah swt lah yang mengetahui kebenaranya ada beberapa versi yang di rangkum tentang kematian syekh siti jenar
Syekh Siti Jenar adalah sosok kontroversial dalam dunia mistik Islam dan Kejawen. Selain karena ajaran manunggaling kawula gusti-nya, ikhwal asal-usul dan nasabnya masih diperdebatkan hingga sekarang.

Syekh Siti Jenar lahir sekitar 829 H/1348 Caka/1426 H di lingkungan Pakuwuan, Caruban, pusat kota Caruban yang sekarang dikenal dengan Astana Japura, sebelah tenggara Kota Cirebon. Di luar kelahirannya tersebut, riwayat kematiannya juga kontroversial. Berikut beberapa versi kematian Syekh Siti Jenar

Versi pertama, Syekh Siti Jenar meninggal karena dihukum mati oleh Sultan Demak, yaitu Raden Patah, atas persetujuan Dewan Wali Songo yang dipimpin oleh Sunan Bonang. Sebagai algojo hukuman pancung adalah Sunan Kalijaga, dan eksekusi hukuman dilaksanakan di alun-alun Kesultanan Demak. Sebagian versi ini mengacu pada Serat Syeikh Siti Jenar yang ditulis Ki Sosrowidjojo.

Versi kedua, Syekh Siti Jenar dijatuhi hukuman mati oleh Sunan Gunung Jati. Sebagai algojo atau pelaksana hukuman adalah Sunan Gunung Jati. Eksekusi dilakukan di Masjid Ciptarasa, Cirebon. Jenazahnya dimandikan oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, dan Sunan Giri, lalu dimakamkan di Graksan, yang kemudian disebut sebagai Pasarean Kemlaten. Riwayat ini tercantum dalam Wawacan Sunan Gunung Jati Pupuh ke-39 karya Emon Suryaatmana dan T.D. Sudjana.

Versi ketiga, Syekh Siti Jenar meninggal karena dijatuhi hukuman mati oleh Sunan Giri, dan sebagai algojo hukuman mati adalah Sunan Gunung Jati. Sebagian riwayat ini menyebutkan bahwa vonis yang diberikan Sunan Giri atas usulan Sunan Kalijaga.

Versi keempat, Syekh Siti Jenar meninggal karena vonis hukuman mati yang dijatuhkan Sunan Giri. Peristiwa kematian Syekh Siti Jenar versi ini dikisahkan dalam Babad Demak. Menurut Babad Demak, Syekh Siti Jenar meninggal bukan karena kemauannya sendiri (karena dengan kesaktiannya, ia dapat menemui ajalnya), tetapi ia dibunuh oleh Sunan Giri. Keris ditusukkan ke badannya hingga tembus ke punggung dan mengucurkan darah berwarna kuning.

Setelah mengetahui bahwa suaminya dibunuh, istri Syekh Siti Jenar menuntut bela kematian itu kepada Sunan Giri. Sunan Giri menghiburnya dengan mengatakan bahwa dia bukan yang membunuh Syekh Siti Jenar tetapi dia mati atas kemauannya sendiri. Diberitahukan juga bahwa suaminya kini berada di dalam surga.

Sunan Giri meminta dia melihat ke atas dan di sana dia melihat suaminya berada di surga dikelilingi bidadari yang agung, duduk di singgasana yang berkilauan. Kematian Syekh Siti Jenar dalam versi ini juga ditulis dalam Babad Tanah Jawa yang disadur S Santoso, dengan versi sedikit berbeda.

Versi kelima, vonis hukuman Syekh Siti Jenar dijatuhkan oleh Sunan Gunung Jati, sedangkan yang menjalankannya adalah Sunan Kudus. Kematian Syekh Siti Jenar versi ini dapat ditemukan dalam Serat Negara Kertabumi suntingan Rahman Selendraningrat. Kisah ini diduga bercampur aduk dengan kisah eksekusi Ki Ageng Pengging yang dilakukan Sunan Kudus.

Versi keenam, Syekh Siti Jenar dijatuhi hukuman mati oleh Wali Songo. Pada saat hukuman mati harus dilakukan, para anggota Wali Songo mendatangi Syekh Siti Jenar untuk mengeksekusi. Namun hukuman tak jadi dilakukan karena Syekh Siti Jenar memilih cara kematiannya sendiri dengan memohon kepada Allah agar diwafatkan tanpa dihukum pihak sultan dan para sunan.

Ia ingin menemui ajalnya seperti yang telah ditetapkan Allah. Versi ini mengacu pada Serat Syekh Siti Jenar yang digubah oleh Ki Sosrowidjojo, dan disebarkan oleh Abdul Munir Mulkan.

Versi ketujuh, ada dua orang yang sama-sama menaruh dendam pada Syekh Siti Jenar. Kedua orang ini memiliki nama yang mirip dengan nama kecil Syekh Siti Jenar, San Ali. Pertama, Hasan Ali (Pangeran Anggaraksa, anak Rsi Bungsi) yang diusir dari keraton karena kedurhakaannya kepada Rsi Bungsi dan pemberontakannya pada Cirebon. Ia dendam pada Syekh Siti Jenar karena berhasil menjadi guru suci utama di Giri Amparan Jati.

Yang kedua, San Ali Anshar al-Isfahani dari Persia, teman seperguruan Syekh Siti Jenar. San Ali Anshar juga dendam kepada Syekh Siti Jenar karena kalah dalam ilmu dan kerohanian. Kedua orang ini lalu berkeliling Jawa sambil mengaku murid Syekh Siti Jenar.

Mereka memasukkan ajaran mistik. Bahkan lama kelamaan Hasan Ali mengaku sebagai Syekh Lemah Abang, sementara San Ali Anshar mengaku sebagai Syekh Siti Jenar. Menurut versi ini, mereka berdualah yang sebenarnya dieksekusi Wali Songo karena sudah melancarkan fitnah keji terhadap Syekh Siti Jenar

No comments:

Post Top Ad

Your Ad Spot